Selasa, 23 September 2014

Rani - 02



Pagi, tepatnya pagi-pagi sekali, ibu menggedor pintu kamarku. Membuyarkan sisa-sisa mimpiku yang masih samar ku ingat. Sebelum aku dikutuk jadi batu, dengan setengah malas ku buka pintu. Dari raut wajahnya, ia tampak heran. Jika kutangkap dari benaknya, ibu tengah bertanya-tanya mengapa aku masih belum mandi dan berdandan seperti yang telah ia lakukan.

Dan benar saja, aku dipaksa untuk segera mandi. Andai ibu tau, baru 2 jam aku tidur malam ini. Akibat ulah seorang tetangga yang menyelinap masuk ke kamarku dan merengek karena takut mengahadapi hari ini. Hingga tengah malam ia kabur dari kamarnya yang tepat didepan kamarku ini. Lalu setelah kejadian itu, mungkin ia langsung tertidur lelap. Kemudian aku yang terdiam, tak bisa tidur. Memikirkan banyak hal.

Aku tak pernah berfikir bahwa teman kecilku yang tadinya biasa duduk di atas sepeda bersamaku hampir disetiap pagi dan sore, kini akan segera memulai hidup barunya. Ah, rasanya begitu konyol. Bagaimana bisa ia membiarkan sisa hidupnya kedepan akan ia habiskan dengan seseorang yang baru ia kenali bahkan hanya dalam beberapa bulan saja? Aku mengenalnya telah beribu-ribu hari, selama ini dia selalu menghabiskan hari-harinya denganku, begitu juga dengan aku. Hampir tak ada hari yang tanpa wajah dan suaranya. Hingga dia bertemu dengan kekasihnya itu.

Rani, kau kini bertemu teman barumu. Aku ingin tau, apakah ia selalu memberimu senyum tulus setiap pagi? Apakah ia selalu siap menemani kemana kau ingin pergi? Apakah ia benar-benar mendengarkan semua keluh kesahmu? Aku harap begitu.

Kau punya teman barumu, bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan aku yang telah terlalu terbiasa jadi temanmu?

0 Comments:

Posting Komentar