Pagi, tepatnya pagi-pagi sekali, ibu
menggedor pintu kamarku. Membuyarkan sisa-sisa mimpiku yang masih samar ku
ingat. Sebelum aku dikutuk jadi batu, dengan setengah malas ku buka pintu. Dari
raut wajahnya, ia tampak heran. Jika kutangkap dari benaknya, ibu tengah
bertanya-tanya mengapa aku masih belum mandi dan berdandan seperti yang telah
ia lakukan.
Dan benar saja, aku dipaksa untuk
segera mandi. Andai ibu tau, baru 2 jam aku tidur malam ini. Akibat ulah seorang
tetangga yang menyelinap masuk ke kamarku dan merengek karena takut mengahadapi
hari ini. Hingga tengah malam ia kabur dari kamarnya yang tepat didepan kamarku
ini. Lalu setelah kejadian itu, mungkin ia langsung tertidur lelap. Kemudian
aku yang terdiam, tak bisa tidur. Memikirkan banyak hal.
Aku tak pernah berfikir bahwa teman
kecilku yang tadinya biasa duduk di atas sepeda bersamaku hampir disetiap pagi
dan sore, kini akan segera memulai hidup barunya. Ah, rasanya begitu konyol.
Bagaimana bisa ia membiarkan sisa hidupnya kedepan akan ia habiskan dengan
seseorang yang baru ia kenali bahkan hanya dalam beberapa bulan saja? Aku mengenalnya
telah beribu-ribu hari, selama ini dia selalu menghabiskan hari-harinya denganku,
begitu juga dengan aku. Hampir tak ada hari yang tanpa wajah dan suaranya. Hingga
dia bertemu dengan kekasihnya itu.
Rani, kau kini bertemu teman barumu.
Aku ingin tau, apakah ia selalu memberimu senyum tulus setiap pagi? Apakah ia
selalu siap menemani kemana kau ingin pergi? Apakah ia benar-benar mendengarkan
semua keluh kesahmu? Aku harap begitu.
Kau punya teman barumu, bagaimana
dengan aku? Bagaimana dengan aku yang telah terlalu terbiasa jadi temanmu?
0 Comments:
Posting Komentar