Minggu, 17 Juni 2012

Getir di 17 Juni


Demi asma Mu, detik ini telah Kau bukakan mataku. dari kebutaan yang sungguh membutakan. hamdalah .. 

Rasanya ingin ku ciumi  punggung tangan abangku ini ,yang begitu mencintai dan begitu peduli padaku. bermula dari pertanyaan kecilnya padaku saat aku tengah berkutat pada Novel 5 Cm ku itu.
"Abis dari mana, wik ?"
"Makan, kak"
"Sama ?"
"........"
"Trus pacar dia?"
"Yang mana?"
"Aku sering liat dia ngebacot di twitter sama cewek, ntah siapa tu namanya, pokoknya namanya ada kata 'chubby' gitulah"
"Kawan di kelas dia tu kak"
"Kalau kawan tak mungkin menggatal gitu. Pake sayang-sayangan" tukasnya tegas.

Aku tak bergeming, hening.
Aku mencoba agar tak tersulut emosi, ku hapus pikiran yang menggambarkan begitu tak berotak atau tak berhatinya dia. Ku coba berpikir sejernih mungkin. Ku tanyakan hal itu padanya. Dan tentu saja, ia menjawab pertanyaanku tadi dengan kata-kata yang sungguh menjanjikan dan sangat diperhitungkan untuk dapat dipercaya. Bahkan pada awalnya aku yang dipojokkan. "siapa yang salah, gak mau follow twitter aku, kalo difollow aku kan gak macam-macam." Dia juga sempat menyalahkan si 'chubby' tadi "bukannya menggatal, ceweknya aja yang gatal. aku cuma pengin bersikap ramah, sumpeh deh. kalo bohong, aku ditabrak ni."
Saat itu, setan yang entah dari mana mengaminkan kalimat itu. "aamiin" namun tentu malaikat tak mau kalah.


Aku ingin setabah, sekuat, dan setegar mama dalam hal ini :)

Aku tahu persis, wanita itu pernah merasakan getir ini, bahkan mungkin jauh lebih perih dari yang aku tahu. Namun, Ia tetap bertahan, dengan pria yang sama, dengan cinta yang sama, dan dengan ketulusan yang sama, selalu Ia jaga hatinya, hanya untuk satu ! Entah terbuat dari apa hati wanita yang ku kagumi itu. Teduh matanya seolah selalu berdoa setiap menatapku, berharap anaknya akan jauh lebih lebat darinya.
Aku yakin, suatu saat nanti, Tuhan akan membalasnya dengan surga yang terindah yang pernah tercipta.


Dan kini, kau ukir sejarah baru. terima kasih. sangat berkesan.

Hingga detik ini, tanganku masih gemetar, berkeringat. Entah kenapa. Mungkin aku terlalu kagum atas segala pencapaianmu selama beberapa bulan ini, hingga aku begitu nyaman merasakan hangat akan api yang telah kau sulut.

Aku salut, ketika dengan bangga dan seakan tak berdosa kau 'bertegur-sapa' atau 'ramah-tamah' dengan temanmu atau calon makmum mu itu. Aku tercekat, saat melihat apa yang kau tulis, sama persis dengan yang pernah kau ucap padaku. Ironi.

Bravo, permainan yang tak berderik, nyaris tak tercium olehku. Aku terkesan.


Meski ingin menjerit, namun hatiku masih terlalu kuat untuk kau patahkan :)  

Jika ditanya, kecewa atau tidaknya aku. Tentu akan sangat munafik sekali jika ku katakan 'Tidak'. Namun rasa kecewa ini kalah oleh rasa tak percayaku. Seperti mimpi. Ingin ku tampar atau ku cubit lenganku agar aku terbangun dari mimpi buruk yang bahkan tak pernah terbayang sedetikpun oleh ku. 

Segar di ingatan, kau kembali datang ketika Ibu mu baru saja selesai melaksanakan operasi. Aku prihatin pada ibu mu yang baik dan ramah padaku. Lalu kau mulai membahas 'kisah yang belum usai' dulu. Kau mengaku, kita seperti ini hanya karena kesalah fahaman dan keegoisanmu.
Terutama saat ini, untuk kesekian kali, dengan kesalahan yang sama, bahkan jauh lebih fatal dan berlanjut selama berbulan-bulan. Kebohongan yang kau pelihara kini telah berbuah. Petiklah ! entah itu pahit atau manis yang kau peroleh, mungkin kau tak akan sadar.

Ingin aku menjerit melihat apa yang ku baca. Tanganku tanpa berhenti gemetar, terus membaca apa yang kau gores di wall mu. Tak menyangka itu sungguh dirimu.
Tak apa, layaknya ibuku, hatiku masih terlalu kuat untuk kau patahkan.


Sungguh besar cinta Allah padaku :) 

Hingga pagi ini, aku masih terus berucap 'hamdalah' karena aku merasa telah bangun dan lega setelah mengetahui apa dan siapa sesungguhnya dirimu. Pagi ini, kusirami anggota tubuhku, aku bersujud untuk sejenak, menunaikan apa yang menjadi hal yang paling pertama ditagih kelak.
Aku semakin sadar akan 2 hal yang pasti, Allah begitu cinta padaku dan cinta sejati hanyalah dari Mu Yaa Rabb.


Hikmah : semoga aku tak buta lagi.  

Aku sadar, akan selalu ada hikmah yang bisa ku petik dari setiap hal yang ku lewati ditiap harinya.
Subuh ini, setelah mengucap salam pada rakaaat akhir, istighfar tak lupa ku ucapkan atas khilafku. Seakan terbesit di benakku dan meneguhkan hatiku akan satu hikmah yang luar biasa. Allah menunjukkan jati diri orang itu sebelum aku semakin larut dalam dusta dan kebohongannya, bahkan bisa jauh lebih buruk dari itu. 


Getir, hampir tak percaya. memang sejatinya, kau tak patut jadi yang ku banggakan selama ini. 

Kau adalah seberkas masa lalu yang datang kembali, seolah menjadi de javu. Aku lunak olehnya, oleh perkataan yang belum tentu pantas ku percaya, oleh perkataan yang manis begitu meyakinkanku.
Kau adalah kakak kelasku, kakak senior berkaca mata yang pernah mampir ke kelasku, X.2, untuk memeriksa hasil Majalah Dinding yang kami pamer di depan kelas. Kau adalah abang dari seorang temanku yang walau sebaya, ia selalu memanggil ku 'kak', seorang teman yang ramah, periang, dan penuh semangat, persis mencerminkan dirimu. Kau adalah teman, sahabat, abang, senior bahkan seseorang yang kuanggap istimewa. Tempatku becerita kala hari terasa berat untuk ku jalani sendiri tanpa ada yang bisa ku jejali keluhan. Kau adalah orang yang selalu kubanggakan -selain keluarga- di hadapan teman-temanku. Selalu saja ada hal yang membuatmu menang dibanding siapapun yang pernah ku kenal. Seolah aku bercerita pada diriku saat aku menumpahkan isi hatiku padamu.

Sudahlah, kau tak lagi sama. Berbeda. Kau orang lain. Mungkin hanya wajahmu yang tak berubah, wajah khas. Wajah yang membuatku tertegun dan bertanya saat pertama melihatnya. "Raditya Dika ?"


Biar batin kau iris, mata dan hatiku tak akan pernah menangis.  

Beginilah caraku menumpahkan perasaanku. Jika tak ada tempat yang layak kujadikan tempat terpercaya untuk berkoar, aku hanya menulis, panjang lebar, kau tentu paling tahu itu.
Kau pernah bilang "Aku janji, gak akan bikin uik nangis. apalagi nangisnya karena aku."
Tenang, janji itu belum kau langgar, air mataku belum tumpah, dan semoga tak akan tumpah hanya karena sebuah 'fakta yang mengudara'.

Aku bertekad, air mata ini akan kuhabiskan untuk menangisi dosa, kelemahan dan kekuranganku dalam membuat Ibu dan Ayah mengangis haru bangga akan ku.


Andai kau jadi aku :) 

Ya, andai kau jadi aku. Sungguh tak nyaman rasanya ketika hal yang membuat hari terasa lengkap kini harus benar-benar ku hilangkan, ku hapus, ku buang jauh agar tak ku harap atau setidaknya ku kenang lagi. Aku tak ingin membuang ratusan hari yang berjalan begitu sempurna, dengan canda tawa yang menggelegar, dengan perhatian kecil dan saling mengingatkan yang terjalin, mungkin mulai sekarang tak ada yang perlu ku ingatkan "jangan lupa sholat". Aah, mungkin dalam sehari bukan cuma aku yang mengirim pesan seperti itu, hingga kau pasti juga bosan dengan kalimat yang teramat sangat klise itu.

Tidak, aku tak berharap kau jadi aku. Jadi seperti kecewaku, sedihku. 


Semoga kau tak akan pernah merasakan kecewa sekronis ini. aamiin..  

Aku tak akan menaruh dendam padamu, sekalipun password atau apapun yang berkenaan dengan akunmu telah kau beri tahu padaku, aku tak beniat merubah apapun. Itu hakmu, hak penuhmu. Tak ada secuilpun hak atas aku  untuk merubahnya, aku pun tak berniat sama sekali. Namun maaf, phonebook name mu telah ku ubah. karena sungguh tak tahu malu rasanya jika nomor handphone mu kutulis sebagai namaku Dwy Rozaini (APS)


Dan semoga seumur hidup hal ini tak ku lupa, demi memetik hikmah Mu. 

Belum semua yang kurasa telah tumpah di sini. Masih banyak hal yang mengganjal. Tapi biarlah, tentu akan terbiasa seiring waktu.
Tentu kau tau aku, aku tak mudah melupa.
 
Aku tak akan membencimu, tidak. aku hanya tak akan lupa.

Terakhir, walau klise bagimu.
Jangan lupa sholat ya.

0 Comments:

Posting Komentar