Kala itu, tak sedikit pun sedang di benakku apa
pun tentang dirimu. Yang ada hanya penatnya rutinitas yang terasa bagai sedang
mempermainkan diri di dunia sendiri. Dalam rutinitas yang terasa kian lama kian
membingungkan. Kau hadir lagi.
Kau hadir setelah sekian lama hilang dari
lamunan. Hilang dari daftar ‘recent call contact’ di otakku. Aku bingung. Kali ini
kau mau apa lagi? Jika hanya untuk mengganggu nikmatnya kopi saat jam makan
siang disela jam-jam sibukku atau hanya untuk merusak mood, rasanya lebih baik
ku tolak saja telfon darimu ini. Namun aku penasaran, hal apa yang menghasutmu
hingga bisa repot-repot menelfonku.
Seperti biasa, obrolanmu ringan, seolah tak
bersalah. Hanya seputar say hi dan basa basi yang basi. Sepele. Kau tak
begitu mempermasalahkan hal yang aneh menurut orang lain. Bagiku itu adalah
sisi baikmu. Kau begitu sesukamu, semaumu. Nada suaramu sedikit lebih rendah
kali ini. Entah ada gangguan apa didirimu, namun kau terdengar sedang ingin
bicara serius.
Tak lain tak bukan, gangguanmu masih sama
denganku. Rutinitas. Aku tak heran atas keluhan-keluhan yang kau udarakan. Kadang
aku pun merasakan yang sama. Bahkan mungkin dirasakan oleh banyak orang. Saat itu,
kau terdengar begitu patuh atas sugestiku. Mungkin karena aku yang lebih dulu
merasa letih seletih yang kau punya, beban seberat yang kau pikul. Tapi aku
yakin, semua orang punya permasalahan sendiri dihidupnya. Permasalahan dengan
bobot yang masing-masing berbeda.
Aku terheran dengan kalimatku sendiri. Bagaimana
bisa kalimat motivatif semacam itu bisa keluar dengan begitu menggebu dan
memaksa. Bahkan anehnya kali ini kau setuju dan patuh pada kalimat-kalimat itu.
Aku disadarkan lagi, secara tak langsung, kau
sedang membangunkan dirimu sendiri saat orang lain terbangun olehmu. Serta,
there’s always a good thing even in the worst one. Bahkan didalam hal terburuk
sekalipun, ada hal baik yang bisa diambil. Selamat mengambil nilai, semoga kita
segera didewasakan!