Rabu, 13 Maret 2013

Titip rindu ya, bulan..

Diam menatap langit malam yang sendu, setelah ia menumpahkan rahmat-Nya, seharian. Udara terasa basah, lembab. Angin bagai membawa air. Sejuk. Jalanan sepi, hanya beberapa orang yang terpaksa melintas. Sebagian lagi enggan membiarkan udara malam menyengat tubuhnya dan memilih berselubung selimut atau menyeruput teh hangat.

Aku masih terdiam, khusyu mengintip indahnya aura bulan malam ini. Tertegun akan suara alam yang hening, diselingi duet jangkrik dan katak. Malam seakan menghipnotis, menambah beban rindu yang telah teramat sangat. Mempercepat aliran darah. Mataku perih, kala malam mensugesti otakku agar mengingat timeline hidupku. Betapa hebat orang yang ku rindukan ini. Betapa telah banyak Ia teteskan keringat demi aku. Betapa besar kesungguhannya demi bahagiaku.

Teringat masa dimana aku dibesarkan dengan penuh cinta. Masa yang penuh tawa. Masa ketika bermain dibawah tetesan hujan adalah kuanggap wajib. Meski kadang mama setengah berteriak melarangku, namun selalu ada papa yang datang lalu menyemangatiku untuk tetap berlarian dibawah hujan sambil tertawa riang, tanpa peduli tentang dunia, tanpa peduli tentang uang, tanpa peduli tentang gengsi. Yang teramat aku pedulikan hanyalah bermain, tertawa, tak peduli esok aku akan makan apa, yang jelas aku harus bermain, tertawa, berteman.

Waktu begitu cepat berlari, kuhitung jari ditanganku yang bahkan tak cukup untuk menghitung usiaku. Usiaku kini 18 tahun. Gadis kecil kalian telah tumbuh. Ia kini beranjak dari remaja menuju dewasanya. Ia kini tak ingin bermain dibawah percikan air langit. Kini yang ia ingini adalah sebuah CITA. CINTA yang besar. CITA CINTA yang besar, yang tercipta karena kalian dan berharap kalian selalu menyebutnya lalu mengamini nya dalam tengadahan tangan.

Pernah aku berkata : "Doakan ya, Ma!", Ia menjawab "Pasti nak. Tanpa diminta. Selalu mama doakan, sehabis sholat, kapan pun."
Aku tertegun dan hanya bisa tersenyum. Dia Mama. Ibuku. Wanita terhebat yang dititipkan Tuhan padaku. Wanita mana lagi yang bisa membuatku rindu, serindu padanya? Wanita mana lagi yang sanggup berkorban besar, bahkan nyawa, demi aku? Cuma Dia. Ibu.

Berkelebat ingatan ketika aku tengah ujian. Aku mengirim pesan padanya "Pa, uwik lagi ujian ni. Ini udah di ruangan. Doakan ya." Ia membalas "Yaa Allah mudahkanlah segala urusan anakku, mudahkan ia menjawab semua pertanyaan yang diberikan. aamiin."
Orang ini biasa ku panggil 'Papa'. Ia Ayahku. Ayah terhebat. Pria yang tiap tetesan keringatnya yang ku yakini selalu demi anaknya.


Manusia mana lagi yang sanggup begitu cinta padaku seperti mereka? Siapa lagi yang mampu menandingi rasa setia keduanya? kurasa tak ada. Entah mungkin aku hanya belum menemukannya.

Aku tersadar dari lamunan, lalu kembali menatap langit. Tiada bintang disana, namun bulan tetap terlihat. Sinarnya bagai tersenyum, seolah-olah tau apa yang menyesakkan dada. Bulan sendu bagaikan tau pasti bagaimana merindu. Cahaya yang kadang meredup tertutup awan seperti telah menyampaikan rinduku pada mereka.
Jagalah keluargaku disana Yaa Allah, Yaa Rabb.
Bulan, jika mereka menatapmu dari sana, titip salam rinduku ya!

0 Comments:

Posting Komentar